SELAMAT DATANG


Cari Blog Ini

Senin, 07 Desember 2009

Sejarah Ulumul Hadits


Oleh: Abi Nafiah


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengkaji sejarah perkembangan hadis sangat penting dan mendasar sebelum mengkaji secara lebih jauh tentang hadits. Anjar nugroho mengungkapkan dalam makalahnya yang ia kutip dalam dari tulisan pakar hadits Indonesia Prof. Hasbi ash-Shidieqy (1987)[1], bahwa mempelajari sejarah dipandang perlu yaitu dengan memeriksa periode-periode yang telah dilalui oleh hadits (sejarah perkembangannya), maka dapat mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa kemasa yang begitu dinamis dan kompleks. Mengetahui perkembangan hadits, baik perkembangan riwayat-riwayatnya maupun pembukuannya, sangat diperlukan karena dipandang menjadi satu kesatuan dengan studi hadits.

Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis al-Qur'an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi'in Besar. Bahkan Khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (abad 2 H).[2]

B. Tujuan

Pengkajian sejarah hadits dari masa kemasa ini bertujuan agar para pembaca mengetahui eksistensi dan perkembangan hadits pada masa Nabi, masa sahabat, dan tabi’in, pada masa abad ke II, III, IV, H hingga sampai sekarang.

C. Rumusan Masalah

A. Pengertian sejarah hadits

B. Sejarah hadits pada masa NAbi Muhammad Saw

C. Sejarah hadits pada masa Sahabat dan Tabi’in

D. Sejarah hadits pada masa abad ke II, III, dan IV H

E. Sejarah pada abad ke V H sampai sekarang

F. Analisis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah Hadits

Sejarah hadits terdiri dari dua kata yaitu kata “sejarah” dan kata “hadits”. Kata sejarah yang kita gunakan pada masa sekarang ini bersumber dari perkataan arab yaitu syajaratun yang berarti pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa yunani yakni histories yang memberikan arti suatu pengkajian. Dalam sebuah tulisan yang berjudul definisi sejarah (2007) mengutip pandangan "Bapa Sejarah" Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban. Sedangkan menurut pendapat Aristoteles Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekaman-rekaman atau bukti-bukti yang kukuh.[3]

Hadits secara Lughowi (Harfiyah) adalah ism masdar, yang fi’il madhi dan mudhori’nya, hadatsa – yahdutsu yang berarti baru. Hadits secara istilah ialah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa sejarah hadits ialah suatu kajian peristiwa-peristiwa masa lalu dari segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad Saw.[4]

B. Sejarah hadits pada masa Nabi Muhammad Saw

Pada masa pertama ini disebut masa pembentukan dan penyebaran hadits. Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan yang memepersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala perbuatan, ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan nabi sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik dalam Ibadah maupun dalam kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung bertanya pada Nabi.[5]

Kabilah-kabilah yang tinggal jauh dari kota Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi dalam segala permasalahan mereka. Adakalanya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi mendatangi Nabi dan mempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketika mereka kembali ke kabilahnya, mereka segera menceritakan pelajaran (hadits Nabi) yang baru mereka terima.

Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadits. Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.

Penyebaran hadits-hadits pada masa Rasulullah hanya disebarkan lewat mulut ke mulut (secara lisan). Hal ini dikarenakan banyak sahabat yang tidak bisa menulis hadits, tetapi juga karena Nabi melarang untuk menulis hadits. Beliau khawatir hadits akan bercampur dengan ayat-ayat Al-Quran.

Menurut Al-Bagdadi[6] (w. 483 H), ada tiga buah hadits yang melarang penulisan hadits, yang masing-masing diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah, dan Zaid ibnu Tsabit. Namun yang dapat dipertanggungjawabkan otentisitasnya hanya hadits Abu Sa’id al-Khudri yang berbunyi ,

" لا تكتبوا عنى ومن كتب عنى غير القرآن فليمحه وحدثوا عنى ولا حرج ومن كذب عليّ متمعدا فليكتبوّأ مقعده من النار"

“Janganlah kamu sekalian menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an. Barangsiapa yang menulis dariku selain Al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya. Riwayatkanlah dari saya. Barangsiapa yang sengaja berbohong atas nama saya maka bersiaplah (pada) tempatnya di neraka”. (HR. Muslim).

Di sini Nabi melarang para sahabat menulis hadits, tetapi cukup dengan menghafalnya. Beliau membolehkan meriwayatkan hadits dengan disertai ancaman bagi orang yang berbuat bohong. Dan hadits tersebut merupakan satu satunya hadits yang shahih tentang larangan menulis hadits.

Adapun faktor-faktor utama dan terpenting yang menyebabkan Rasulullah melarang penulisan dan pembukuan hadits adalah :[7]

a. Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasul bagi orang-orang yang baru masuk Islam.

b. Takut berpegangan atau cenderung menulis hadits tanpa diucapkan atau ditela’ah.

c. Khawatir orang-orang awam berpedoman pada hadits saja.

Nabi telah mengeluarkan ijin menulis hadits secara khusus setelah peristiwa fathu Makkah. Itupun hanya kepada sebagian sahabat yang sudah terpercaya. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan, bahwa ketika Rasulullah membuka kota Makkah, beliau berpidato didepan orang banyak dan ketika itu ada seorang lelaki dari Yaman bernama Abu Syah meminta agar dituliskan isi pidato tersebut untuknya. Kemudian Nabi memerintahkan sahabat agar menuliskan untuk Abu Syah.[8]

"يا رسول الله اكتبوا لى. فقال :اكتبوا لأبى شاه"

“WAhai Rasulullah, tuliskanlah untukku, Nabi bersabda (pada para sahabat yang lain), tuliskannya untuknya.”

C. Sejarah hadits pada masa Sahabat dan Tabi’in

1. Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab

Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran hadits. Namun, dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka Khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan Khalifah Umar ibn al-Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan periwayatan hadits.

Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh Imam Malik.

Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak meriwayatkan hadits di masa Umar, lalu menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan hadits di masa Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya."[9]

Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadits pada masa pemerintahannya. Namun di sisi lain, Umar ibn Khattab bukanlah orang yang anti periwayatan hadits. Umar mengutus para ulama untuk menyebarkan al-Qur'an dan hadits. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, "Saya tidak mengangkat penguasa daerah untuk memaki orang, memukul, apalagi merampas harta kalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk mengajarkan al-Qur'an dan hadits kepada kamu semua."

2. Masa Pemerintahan Utsman Ibn Affan dan Ali bin Abi Thalib

Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khlaifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahn sebelumnya.

Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk menyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. kegiatan priwayatan hadits pada masa itu lebih luas dan banyak daripada periwayatan pada masa khulafa’ur rasyidin. Kalangan tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits.

Meskipun banyak hadits yang berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa itu sudah bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol. Karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan telah ditetapkan, luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan memicu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman r.a, umat Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya. Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.

D. Sejarah hadits pada masa abad ke II, III, dan IV H

Pada masa abad ke II ini disebut masa pengkodifikasian Hadits. Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) yakni yang hidup pada akhir abad 1 H menganggap perlu adanya pembukuan dan penghimpunan hadits, karena beliau kawatir lenyapnya ajaran-ajaran Nabi setelah wafatnya para ulama’ baik dikalangan sahabat maupun tabi’in. maka beliau perintahkan kepada para gubernur di seluruh wilayah negeri Islam agar para ulama’dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadits.

Penghimpunan hadits pada abad ini masih campur dengan perkataan sahabat dan fatwanya. Berbeda dengan penulisan pada abad sebelumnya yang masih berbentuk lembaran-lembaran (shuhuf) yang hanya dikumpulkan tanpa klasifikasi kedalam beberapa bab secara tertib.

Di antara kitab-kitab yang muncul pada masa ini adalah:[10]

1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas

2. Al Musnad oleh As Syafi’i (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)

3. Mukhtaliful Hadist oleh As Syafi’i

4. Al Jami’ oleh Abdurrazzaq Ash Shan’ani

5. Mushannaf Syu’bah oleh Syu’bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)

6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)

7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa’ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)

8. As Sunan Al Auza’i oleh Al Auza’i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)

9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu’ (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu’ (berisi prilaku tabi’in). Usaha pembukuan Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Hadits yang ada maupun yang dihafal.

Di antara kitab-kitab yang muncul pada abad 3 H ini adalah:[11]

1. Al Jami’ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)

2. Al Jami’ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)

3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)

4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)

5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)

6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)

7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembukuan Hadits.

Di antara kitab-kitab yang muncul pada abad 4 H ini adalah:[12]

1. Al Mu’jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)

2. Al Mu’jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)

3. Al Mu’jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)

4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)

5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)

6. At Taqasim wal Anwa’ oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)

7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)

8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)

9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)

10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)

11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

E. Sejarah pada abad ke V H sampai sekarang

Sedangkan abad 5 H dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Hadits abad 4 H.[13]

Kitab-kitab yang muncul pada abad 5 H ini adalah[14]:

  • Hasil penghimpunan

· Bersumber dari kutubus sittah saja

1. Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)

2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)

· Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami’ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)

· Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami’ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)

  • Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)

· Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :

1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)

2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)

3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil ‘Id (625-702 H / 1228-1302 M)

4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)

5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)

6. ‘Umdatul Ahkam oleh ‘Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)

7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)

· Kitab Al Hadits Akhlaq

1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)

2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

  • Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadist)[15]

1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)

2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu’allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)

4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)

5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan’ani (wafat 1099 H / 1687 M)

  • Mukhtashar (ringkasan)

1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)

2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)

  • Lain-lain

1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.

2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Perkembangan penulisan dan pengkodifikasian hadits pada abad 12 H. mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama’ dalam bidang hadits, kecuali hanya membaca, memahami, dan memberikan syarah hadits-hadits yang telah terhimpun sebelumnya.

F. Analisis

Dari pembahasan sejarah di atas telah terjadi beberapa peristiwa yang tentunya memiliki latar belakang seperti pada masa pembentukan dan penyebaran hadits, Nabi melarang penulisan hadits hal ini dilatar belakangi oleh kekhawatiran terjadinya kekaburan antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasul bagi orang-orang yang baru masuk Islam karena penyampaian ayat-ayat al-Qur’an pada semua umat Islam bersumber dari Nabi dan ucapan dari nabi sendiri (hadits)

Pada masa sahabat yaitu Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib telah terjadi perbedaan masa yakni masa pembatasan riwayat dan masa banyaknya riwayat dan juga pemalsuan hadits. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab beliau berdua membatasi periwayatan hadits. yang melatar belakangi hal ini ialah karena banyak dari para sahabat yang mempermudah mempergunakan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, ini dapat membahayakan otentisitas hadits tersebut. Meski karena pembatasan tersebut seakan-akan kedua Khalifah tersebut anti periwayatan.

Sedangkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebenarnya kebijakan mereka tidak berbeda dengan pendahulu beliau akan tetapi karena karakteristik beliau yang lebih lunak dibandingkan dengan Khalifah Umar, selain itu wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal hingga pada masa beliau ini disebut masa banyaknya periwayatan hadits. Sedang pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi pemalsuan hadits, yang melatar belakangi ialah pada masa Khalifah Ali telah terjadi masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antara beberapa kelompok kepentingan politik. Secara tidak langsung hal ini membawa dampak negative dalam periwayatan hadits. kepentingan politik mendorong untuk melakukan pemalsuan hadits.

Sejarah hadits pada abad ke II H terjadi penghimpunan hadits yang melatar belakangi hal ini adalah karena banyaknya hadits palsu. Akhirnya para sahabat dan tabi’in meneliti dan memeriksa semua hadits-hadits baru dengan cermat dan puncaknya pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk menghimpun hadits.

Pada abad ke III H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyususnan hadits, yang melatar belakangi hal tersebut ialah guna menghindari salah pengertian dalam memahami sebagai perilaku Nabi Muhammad

Pada abad ke V H adalah masa pengelompokkan dalam bidang-bidang agar mempermudah para pembaca hadits.

Perkembangan dan penulisan hadits sampai pada abad 12 H. mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama’ dalam bidang hadits, kecuali hanya membaca, memahami hadits.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perkembangan hadits dimulai dari masa Nabi yakni masa pembentukan dan penyebaran hadits, emudian dilanjutkan masa sahabat Khulafa’ur Rasyidin yaitu masa pembatasan, banyaknya, dan pemalsuan hadits.

Pada abad II, III, IV dan V H adalah masa pembukuan hadits, masa penyaringan dan seleksi ketat dan penyusunan kitab-kitab koleksi.

Penulisan dan pengkodifikasian hadits sampai pada abad 12 H setelah itu sampai sekarang tidak ada lagi kegiatan dari para ulama’ dalam bidang hadits, kecuali membaca dan memahami hadits.

DAFTAR PUSTAKA

http://denologis.blogspot.com/2008/03/makalahku-sejarah-perkembangan-hadits.html

http://mus_1981.tripod.com/definisi_sejarah.htm

http://Ispa.wordpress.com/2007/11/14/definisi-sejarah/

http://pemikiranislam.wordpress.com/2007/08/05/studi-sejarah-hadis/

http://belajar.tiganetwork.com

Drs. Atang Abdul Hakim, MA. DR. Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Penerbit PT Remaja Roda Karya Bandung 2004


[2] http://denologis.blogspot.com/2008/03/makalahku-sejarah-perkembangan-hadits.html

[3] http://mus_1981.tripod.com/definisi_sejarah.htm. http:/Ispa.wordpress.com/2007/11/14/definisi-sejarah/

[4] Drs. Atang Abd. Hakim, MA. DR. Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam Hal. 84

[10] http://belajar.tiganetwork.com

[11] http://belajar.tiganetwork.com

[12] http://belajar.tiganetwork.com

[13] http://belajar.tiganetwork.com

[14] http://belajar.tiganetwork.com

[15] http://belajar.tiganetwork.com