SELAMAT DATANG


Cari Blog Ini

Minggu, 14 Februari 2010

Asbabun Nuzul

Oleh: Abi Nafiah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan laksanakan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Mengenai mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar orang-orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab turun al-Qur’an itu tidak berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur’an itu telah masuk dalam ruang lingkup sejarah. Di antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam memberikan arti ayat-ayat al-Qur’an.
Imam al-Wahidi menyatakan; tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan.
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat, mereka segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari al-Qur’an.
Dalam hal ini penulis mencoba menuangkan dalam bentuk makalah yang berjudul “Asbabun Nuzul” dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah keimanan dan keilmuan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin.

B. Batasan Masalah
A. Pengertian Asbabun Nuzul
B. Macam-macam Asbabun Nuzul
C. Manfaat Asbabun Nuzul


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul
Secara etimologis, asbabun nuzul berarti sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya sesuatu disebut asbabun nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbabun nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, seperti halnya asbabul wurud yang khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits.
Ada beberapa pengertian tentang asbabun nuzul, diantaranya adalah :
1. Menurut Subhi Shalih, ababun nuzul ialah:
ما نزلة الاية او الايات بسيه متضمة له او مجية عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه

“Sesuatuyang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya; pada masa terjadinya peristiwa itu.”
2. Menurut Az-Zarqani:
“Asbabun Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat Al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hokum pada saat peristiwa itu terjadi.”
3. As-Shabuni
“Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
Kendati redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa yang disebut asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
B. Macam-macam Asbabun Nuzul
DR. Rosihon Anwar, M.Ag. menyebutkan dalam bukunya ulumul Qur’an, bahwa ada dua hal yang menjadi sudut pandang dalam membagi macam-macam asbabun nuzul, yaitu:
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbabun nuzul
Dari sudut pandang yang pertama ini ada dua redaksi yang dipergunakan perawi dalam mengungkapkan riwayat asbabun nuzul yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbabun nuzul, dan tidak mungkin menunjukkan yang lainnya. Redaksi dikatakan sharih bila perawi mengatakan:
Sebab turun ayat ini adalah…..
Atau perawi menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristwa tertentu. Umpamanya ia mengatakan :
Telah terjadi……. Maka turunlah ayat….
Rasulullah pernah ditanya tentang….maka turunlah ayat….
Contohnya riwayat asbabun nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah riwayat yang dibawakan oleh Jabir yang mengatakan bahwa orang-orang yahudi berkata, “apabila seorang suami mendatangi “kubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling. “Maka turunlah ayat:
Al-baqarah: 223
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ (٢٢٣)
223. isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.

Adapun redaksi yang termasuk muhtamilah bila perawi mengatakan “Ayat ini dirturunkan berkenaan dengan ….”
Umpamanya riwyat Ibnu Umar yang menyatakan:
نزلت في اتيان النساء في ادبارهن
Artinya:
“Ayat istri-istri kalian adalah ibarat tanah tempat bercocok tanam, diturunkan berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.”(H.R. Bukhari)

Atau perawi mengatakan:
احسب هذه الاية نزلت في كذا .....
Artinya:
“Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ….”
Atau
مااحسب نزلت هذه الاية الا في كذا ....
Artinya:
“Saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …”
Mengenai riwayat asbabun nuzul yang menguunakan redaksi muhtamilah, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an:
قد عرف من عادة الصحابة والتابعين ان احدهم اذا قال نزلت هذه الاية في كذا فانه يريد بذلك انها تتضمن هذالحكم لاان هذا كان السبب في نزولها
Artinya:
“sebagaimana diketahui, telah menjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata , “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan….” Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hokum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.”

Skema 1
Redaksi Periwayatan Asbab An-Nuzul



2. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab An-Nuzul
a. Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addad As-Sabab wa Nazil Al-wahid)
Tidak setiap ayat memiliki riwayat asbabun nuzul dalam versi. Adakalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat asbabun nuzul. Tentu saja hal itu tidak akan menjadi persoalan bila riwayat itu tidak mengandung kontradiksi. Bentuk variasi itu terkadang terdapat dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbabun nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cra sebagai berikut:
1) Tidak mempermasalahkannya
Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat asbabun nuzul menggunakan redaksi muhtamilah (tidak pasti). Umpamanya, satu versi menggunakan redaksi, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan ….” Dan versi lain menggunakan redaksi, “Saya kira ayat diturunkan berkenaan dengan….”
Variasi riwayat asbabun nuzul ini tidak perlu dipermasalahkan karena yang dimaksud oleh setiap variasi itu hanyalah sebagai tafsi belaka dan bukan asbabun nuzul. Hal ini berbeda bila ada indikasi jelas yang menunjukkan bahwa salah satunya memaksudkan asbabun nuzul.
2) Mengambil versi riwayat asbabun nuzul yang menggunakan redaksi sharih
Cara ini digunakan bila salah satu versi riwayat asbabun nuzul itu tidak menggunakan redaksi sharih (pasti). Umpamanya riwayat asbabun nuzul yang menceritakan kasus seorang lelaki yang menggauli istrinya dari belakang. Mengenai kasus itu nafi’ berkata, “Satu hari, aku membaca ayat ‘Nisa’ukum hartsun lakum.” Ibnu Umar kemudian berkata, “Tahukah engkau, mengenai apa ayat ini diturunkan? “Tidak,” jawabku ia melanjutkan “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan menyetubuhi wanita dari belakang.” Sementara itu, Ibnu Umar menggunakann redaksi yang tidak sharih (pasti), yang dalam salah satu riwayat Jabir, dikatakan :
“Seorang yahudi mengatakan bahwa apabila seseorang m enyetubuhi istrinya dari belakang, maka anak yang lahir juling. Maka diturunkanlah ayat Nisa’ukum hartsun lakum.”
Dalam kasus ini, riwayat Jabirlah yang harus dipakai karena ia menggunakan redaksi sharih (pasti).
3) Mengambil versi riwayat yang shahih
Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak shahih. Umpamanya dua riwayat asbabun nuzul kontradiktif yang berkaitan dengan diturunkannya ayat:
Q.S. Adh-Dhuha 1-3

وَالضُّحَى (١)وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (٢)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (٣)
1. demi waktu matahari sepenggalahan naik,
2. dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),
3. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.

Versi pertama yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Jundab mengatakan:
Rasulullah merasa kurang enak badan sehingga beliau tidak sholat malam selama satu atau dua malam. Seorang wanita dating kepada beliau seraya berkata: “Hai Muhammad, aku melihat setanmu (yang dia maksud ialah Jibril) telah meninggalkan engkau.” Maka turunlah ayat Wadh dhuha (1) Wal laili idza saja (2) Ma wad da’aka Robbuka wa ma qola (3)
Versi kedua yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibn Abi-Syaiban dari Hafsah bin Maisyarah, dari ibunya, dari neneknya (khadam Rasulullah) mengatakan:
“Seekor anjing masuk ke dalam rumah Rasulullah dan bersembunyi di bawah tempat tidur sampai mati. Karenanya selama empat hari Rasulullah tidak menerima wahyu. Nabi berkata, “Wahai Khaulah! Apakah yang telah terjadi di rumah Rasulullah? (sehingga) Jibril tidak dating kepadaku.” Maka akupun (Khaulah) berkata, “Alangkah baiknya jika kuperiksa langsung keadaan rumahnya dan menyapu lantainya. Aku masukkan sapu ke bawah tempat tidur dan mengeluarkan bangkai anjing darinya. Nabi kemudian dating dalam keadaan dagu gemetar. Oleh karena itu, ketika menerima wahyu, dagu Nabi selalu bergetar. Maka Allah menurunkan surat Adh-Dhuha:1-3.
Studi kritis terhadap versi kedua menyatakan bahwa status riwayatnya pada kualitas tidak shahih. Ibnu Hajar mengatakan bahwa kisah keterlambatan Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi karena anak anjing memang masyhur, tetapi keberadaannya sebagai asbabun nuzul adalah asing (gharib) dan sanadnya ada yang tidak dikenal. Oleh karena itu, yang harus diambil adalah riwayat lain yang shahih.
Sedangkan terhadap variasi riwayat asbabun nuzul dalam satu ayat yang versinya berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mengambil versi riwayat yang sahih
Cara ini diambil bila terdapat dua versi riwayat tentang asbabun nuzul satu ayat, yang salah satu versi berkualitas sahih, sedangkan yang lain tidak. Umpamanya dua versi riwayatasbabun nuzul kontradiktif untuk surah Adh-Dhuha ayat 1-3
(2) Melakukan studi selektif (tarjih)
Langkah ini diambil bila kedua versi asbabun nuzul yang berbeda-beda itu kualitasnya sama-sama shahih, seperti asbabun nuzul yang berkaitan dengan turunnya ayat tentang ruh. Versi asbabun nuzul yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud mengatakan:
“Aku berjalan bersama Rasulullah di Madinah dan beliau dalam keadaan bertekan pada pelepah kurma. Ketika beliau melewati sekelompok orang yahudi. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lainnya. “Alangkah baiknya bila kalian menanyakan sesuatu kepadanya (Muhammad). “Kemudian mereka berkata, “Ya Muhammad terangkan kepada kami tentang ruh.” Nabi berdiri sejenak sambil mengangkat kepala, (saat itupun) aku tahu bahwa beliau sedang menerima wahyu. Dan beliaupun membacanya. “Katakanlah, permasalahan ruh adalah sebagian dari urusan tuhanku. Dan tidak diberikan kepadamu ilmu kecuali sedikit saja.”
Dalam versi asbabun nuzul yang dikeluarkan oleh bukhari dan turmudzi dari Ibnu Abbas disebutkan:
“oOrang-orang Quraiys berkata kepada orang-orang yahudi, “Berikan kepada kami tenang sesuatu yang akan ditanyakan kepada lelaki ini (Nabi).” Mereka menjawab, “Bertanyalah kepadanya tentang ruh.” Maka mereka pun bertanya tentangnya kepada Nabi. Maka Allah menurunkan, “Wa yas-alunaka anirruh….”
Kedua riwayat yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Turmudzi di atas berstatus sahih. Akan tetapi, mayoritas ulama’ lebih mendahulukan hadits Bukhari daripada hadits Turmudzi karena hadits Bukhari lebih unggul (rajah), sedangkan hadits Turmdzi tidak unggul (marjuh). Alasan yang diemukakan mereka adalah bahwa Ibnu Mas’ud menyasikan kejadian di atas, sedangkan Ibn Abbas hanya mendengarnya dari orang lain. Dalam kasus di atas, As-Suyuti berkomentar sebagai berikut:
“Studi tarjih telah menyimpulkan bahwa riwayat Bukhari dipandang lebih sahih daripada riwayat Turmudzi, karena Ibn Mas’d mengahdiri langsung kejadian di atas.”
(3) Melakukan studi kompromi (jama’)
Langkah ini diambil bila kedua riwayat yang kontradiktif itu sama-sama memiliki kesahihan hadis yang sederajat dan tidak mungkin dalakukan tarjih. Umpamanya dua versi riwayat asbabun nuzul yang melatarbelakangi turunnya ayat Mu’amalah surat An-Nur ayat 6. dalam versi Bukhari dan Muslim melalui jalur Shahal Ibn Sa’ad dikatakan bahwa ayat itu turun berkenaan dengan salah seorang sahabat bernama Uwaimir yang bertanya kepada Rasulullah SAW. Tentang apa yang harus dilakuan oleh seorang suami yang mendapati istrinya bezina dengan orang lain. Akan tetapi, dalam versi Buhari melaui jalur Inb Abbas dikatakan bahwa ayat tersebut turun dengan latar belakang kasus Hilal Ibn Umayah yang mengadu kepada Rasulullah SAW. Bahwa istrinya berzina dengan Sarikh Ibn Sahma’. Kedua riwayat itu berkualitas sahih dan tidak mungin dilakukan studi tarjih. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kompromi (jama’). Dua kejadian itu berdekatan masanya sehingga kita mudah mengkompromkan keduanya. Dalam jangka waktu yang tidak berselang lama, kedua orang sahabat bertanya kepada Rasululah SAW. Tentang masalah serupa, maka turunlah ayat mu’amalah untuk menjawab pertanyaan mereka.
Kalau kedua versi riwayat asbabun nuzul itu sahih atau tidak sahih atau tidak dapat dilakukan studi tarjih dan jama’ maka hendaklah kita anggap ayat itu itu diturunkan berulang kali. Dalam istilah ilmu Al-Qur’an hal itu dapat disebut “berulangnya turun ayat” (ta’adudud an-nuzul) sebagai contoh adalah dua versi asbabun nuzul yang melatar belakangi turunya surah Al-Ihlash. Satu riwayat mengatakan bahwa surat itu turun untuk menjawab pertanyaan kelompok musyirikin Mekah. Riwayat lainnya mengatakan bahwa surat itu turun untuk menjawab kelompok Ahli Kitab di Madinah. Karena kedua riwayat sama-sama sahih dan tidak mungkin untuk dilakukan studi tarjih dan jama’ kita anggap bahwa ayat tersebut turun dua kali.

Skema 2
Variasi Periwayatan Asbabun Nuzul



C. Manfaat mengetahui Asbabun Nuzul
Abu Mujahid dalam karya tulisnya menjelaskan, bahwa mengetahui asbabun nuzul mempunyai beberapa manfaat :
Untuk menghilangkan kesulitan dalam memahami ayat.
Untuk menghilangkan kesalahan dalam memahami ayat

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asbabun nuzul hadir sebagai bagian dari ulumul Al-qur’an. Karena sebagian Al-qur’an turunya punya latar belakang. Latar belakang itu ada berupa kejadian-kejadian, dan pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan oleh para sahabat.
Asbabun nuzul juga bermacam-macam dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam periwayatannya, serta dipandang ari sudut pandang berbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat serta berbilangnya ayat untuk satu asbabun nuzul.
Manfaat asbabun nuzul adalah menghilangan kesulitan dalam memahami ayat, dan untuk menghilangkan kesalahan dalam memahami ayat.

Dasar dan tujuan pendidikan

BAB I
Oleh: Abi Nafiah
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara umum dalam melakukan segala aktivitas tentu ada hal-hal yang mendasari, ada hal-hal yang ingin dicapai sebagai tujuan. Dengan dasar-dasar dan tujuan orang mewarnai dan mengarahkan kegiatannya.
Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan mengatakan, “Masalah dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu masalah yang sangat fondamentil (mendasar/menentukan) dalam pelaksanaan pendidikan. Sebab dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Dan dari tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik itu dibawa.
Lebih lanjut beliau berdua mengatakan bahwa pendidikan sangat penting dalam kehidupan, bahkan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Baik dari kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan Negara. Maju mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan Negara itu.
Hampir semua Negara di dunia ini menangani secara langsung masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan, karena pendidikan dianggap sebagai hal yang sangat penting
Selain itu masing-masing orang mempunyai bermacam-macam tujuan pendidikan, yaitu melihat kepada cita-cita, kebutuhan dan keinginannya. Ada yang mengharapkan supaya anaknya kelak menjadi orang besar yang berjasa kepada nusa dan bangsa. Ada yang menginginkan supaya anaknya menjadi dokter, insiyur atau seorang ahli seni. Yang lebih sederhana sering orang tua mengharapkan anaknya agar tidak bodoh seperti orang tuanya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat kami rumuskan pembahasan masalah dasar dan tujuan pendidikan sebagai berikut:
A. Pengertian dasar dan tujuan pendidikan
B. Dasar dan tujuan pribadi pendidikan
C. Dasar dan tujuan pendidikan duniawi dan akhirat
D. Dasar dan tujuan pendidikan umum
E. Tujuan pendidikan dan pandangan hidup
F. Sifat dan tujuan pendidikan
1) Tujuan umum
2) Tujuan khusus
3) Tujuan tak lengkap
4) Tujuan insindentil (tujuan seketika aau sesaat)
5) Tujuan sementara
6) Tujuan perantara

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar danTujuan Pendidikan
Kata “dasar” dalam kamus bahasa Indonesia berarti alas, fondasi, landasan bangunan. Drs. H. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan, mengartikan kata “dasar” yaitu sebagai sesuatu yang dipakai landasan untuk berpijak. Dan dari sanalah segala aktivitas yang berdiri di atasnya (termasuk aktivitas pendidikan) akan dijiwai atau diwarnai.
Sedangkan kata “tujuan” berarti arah, jurusan, maksud, sasaran. Dalam istilahnya tujuan adalah sesuatu yang akan diraih dengan melakukan aktifitas tersebut.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dasar pendidikan adalah sesuatu yang dipakai sebagai landasan untuk berpijak bagi pendidikan. Sedang kesimpulan arti tujuan pendidikan adalah sesuatu yang ingin diraih dalam pendidikan.
B. Dasar dan tujuan pribadi pendidikan
Tiap-tiap rang pada umumnya memiliki tujuan agar dalam hidupnya memperoleh kebahagiaan. Tetapi kebahagiaan itu relative, tergantung dari pandangan hidup masing-masing orang. Berdasarkan “kepribadian pendidik” ini, maka dasar dan tujuan pendidikan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
Dasar:
Nilai-nilai hidup (ekonomi, estetis, intelek, social, politik, dan agama).
Tujuan:
Agar anak didik dapat mewujudkan / menikmati nilai-nilai hidup tersebut: memiliki kekayaan harta, menhayati keindahan / kesenian, memiliki pengetahuan luas, berwatak social, berperan dalam bidang kekuasaan, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


C. Dasar dan tujuan pendidikan duniawi dan akhirat
Setiap orang mengerti, bahwa setelah hidupnya didunia ini, ia akan sampai di dunia lain yaitu dunia baka. Berdaasarkan pengertian ini, maka dasar dan tujuan pendidikan dapat dipaparkan sebagai berikut:
a). Dasar : Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan : Kebahagiaan di alam baka
b). Dasar : Nilai hidup duniawi
Tujuan : Kebahagiaan di alam fana

D. Dasar dan tujuan pendidikan umum
disamping perbedaan-perbedaannya, manusia ternyata masih memiliki persamaan-persamaan dasar dan tunjuan yang bersifat umum. Berdasarkan hakiki dan tugas manusia di dunia ini dapatlah diketemukan suatu dasar dan tujuan pendidikan, yang pada umumnya dapat diterima oleh semua orang, bagkan semua bangsa.
a). Dasar : Manusia adalah ciptaan Tuhan
Tujuan : Memuji nama Tuhan, melaksanakan tugas dari pada-Nya.
b). Dasar : Manusia adalah insane yang memiliki kedudukan dan tugasnya yang sama.
Tujuan : Melakukan tugas kemanusiaan, membangun kebahagiaan umat manusia.
c). Dasar : Manusia hidup mengelompok menurut bangsa dan Negara.
Tujuan : Membentuk warga Negara yang baik, bertanggung jawab, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
d). Dasar : Manusia hidup bermasyarakat.
Tujuan : Menjadi anggota masyarakat yang baik.
e). Dasar : Manusia adalah makhluk moral.
Tujuan : Hidup sehat baik jasmani maupun rohaninya.
Dari kelima hal diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan yang sesuai dengan hakiki dan tugas manusia ialah mampu melaksanakan tugas dari tuhan dengan sebaik-baiknya, mampu melaksanakan tugas kemanusiaan, mampu melaksanakan tugas kewarga Negara, mampu melaksanakan tugas kemasyarakatan, dan mampu melakukan tugas pribadi sebaik-baiknya.

E. Tujuan pendidikan dan pandangan hidup
Para ahli pendidikan juga mengaitkan antara tujuan tujuan pendidikan dan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup itu seseorang atau sebuah bangsa akan menemukan arah, bahkan mengarahkan pendidikannya pada pandanan hidup itu.
Dalam dunia pendidikan persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan tujuan pendidikan, akan dapat diwadahi dalam pandangan hidup (filsafat hidup) sesuatu bangsa yang melakuakan aktivitas pendidikan tersebut. Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidup (filsafat hidup) itu adalah Pancasila. Karena perbedaan pandangan hidup (filsafat hidup) bagi setiap bangsa, maka tujuan pendidikanpun juga berbeda bagi masing-masing bangsa itu.

F. Sifat dan tujuan pendidikan
Tujuan yang sebenarnya dari suatu perbuatan kadang-kadang tidak lekas nampak, karena masih memerlukan tindakan selanjutnya. Yang segera nampak itu adalah tujuan dekat yang sifatnya sementara, dan berfungsi membantu tercapainya tujuan yang sebenarnya.
Setelah tujuan dekat tercapai, baru diadakan tindak lanjut demi tercapainya tujuan yang sebenarnya, tujuan akhir yang sifatnya tetap, dan disebut tujuan tetap.
Langeveld mengemukakan seringkali tujuan pendidikan, yang saling bertautan sebagi berikut: tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan incidental. Tujuan perantara.
1). Tujuan umum (tujuan lengkap, tujuan total)
Tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan anak didik. Hal ini berarti bahwa semuua aktivitas pendidikan seharusnya diarahkan ke sana, demi tercapainya tujuan umum tersebut.


2). Tujuan khusus
Untuk mencapai tujuan umum, perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi-situasi tertentu. Misalnya:
- Disesuaikan dengan cita-cita pembangunan suatu bangsa.
- Disesuaikan dengan tugas dari suatu badan atau lembaga pendidikan.
- Disesuaikan dengan bakat dan kemampuan anak didik.
- Disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sebagainya.
Tujuan-tujuan pendidikan yang elah disesuaikan dengan keadaan-keadaan tertentu, dalam rangka untuk mencapai tujuan umum. Pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan khusus.
Contoh:
Tujuan pendidikan asar misalnya: Tujuan pendidikan dasar adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada anak untuk bekal hidupnya setelah a tamat dan sekaligus merupakan dasar ersiapan untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi.
3). Tujuan tak lengkap
Dalam pendidikan itu mempunyai bagian-bagian dari pendidikan. Ada pendidikan yang mengarah pada kecerdasan , ada yang mengarah pada pengetahuan teori, ada yang yang mengarah pada pengetahuan praktik. Kesemuanya bagian-bagian itu tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Mempelajari sebagian dari pendidikan itulah yang disebut sebagai tujuan tak lengkap.
4). Tujuan insindentil (tujuan seketika atau sesaat)
Tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat . misalnya: tujuan untuk mengadakan hiburan atau variasi dalam kehidupan sekolah. Maka diadakanlah darmawisata kesuatu tempat. Daam hal ini tujuan itu telah selesai, setelah darmawisata itu dilaksanakan.
Inti dari tujuan insidentil ini adalah memberikan satu pengalaman-pengalaman pada anak didik yang nantinya halt u sangat berguna bagi kehidupannya dimasa datang. Baik kehidupannya disekolah maupun kehidupannya setelah dewasa.
5). Tujuan sementara
Tujuan sementara adalah tujuan-tujuan yang ingin kita capai dalam fase-fase tertentu dari pendidikan.
Misalnya: anak di masukkan ke sekolah. Tujuannta ialah agar anak dapat membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis ini adalah tujuan sementara. Tujuan tujuan yang lebih lanjut ialah agar anak dapat belajar ilmu pengetahuan dari buku-buku.
Dapat belajar dari buku, inipun merupakan tujuan sementara. Tujuan sebenarnya ialah agar anak dapat memiliki ilmu pengetahuan. Da begitulah seterusnya hingga tujuan sementara itu makin meningkat untuk menuju ada tujuan umum, tujuan total atau tujuan akhir.
6). Tujuan Perantara
Tujuan ini adaah alat atau sarana untuk mencapai tujuan –tujuan yang lain. Misalnya: kita belajar bahasa inggris atau bahasa yag lainnya tujuan belajar bahasa ini ialah, agar kita dapat mempelajari buku-buku yang ditulis dalam bahasa inggris. Menguasai bahasa inggris ini merupakan alat untuk mengetahui ilmu-ilmu dari Negara lain.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dasar dan tujuan pendidikan sangat berperan penting dalam membuat corak dan arah pendidikan yang dikehendaki. Dasar dan tujuan pendidikan memiliki perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan. Yang menjadi perbedaan dasar dan tujuan pendidikan terletak pada tujuan pribadi pendidikan dan tujuan pribadi dunia dan akhirat. Sedang persamaan dasar dan tujuan pendidikan terletak pada tujuan pendidikan secara umum.
Mengenai tujuan pendidikan tidak bisa dihindari adannya perbedaan. Hal ini terjadi karena perbedaan pandangan hidup. Seperti bangsa Indonesia pandangan hidupnya adalah Pancasila.

Daftar Pustaka
Ahmadi Abu, H. Drs. Uhbiyati Nur , Dra. Ilmu Pendidikan, penerbit Rineka Cipta
Marsam D. Leonar, Zulkarnain Y, Aditama Surya M, Alam Surya G, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Penerbit Karya Utama