SELAMAT DATANG


Cari Blog Ini

Minggu, 06 Desember 2009

Psikologi Agama

Oleh: Abi Nafiah

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang


Agama dalam diri manusia merupakan naluri ysng menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan suci yang diilhami oleh Tuhan yang Maha Esa. Naluri tersebut dengan terbuka menerima kehadiran Tuhan yang maha suci.[1]

Agama sangat berpengaruh terhadap jiwa. Dalam kitab-kitab agama banyak diterangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam kitab suci Al-qur’an misalnya, disana diterangkan bagaimana jiwa orang-orang yang beriman dan sebaliknya jiwa orang-orang kafir, sikap dan tingkah laku mereka.

Agama sebagai fitrah manusia adalah mengakui ke-Esaan Allah. Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang selaras dengan akal manusia. Nabi Ibrahim terus berusaha mencari siapa penciptanya dan pencipta alam seisinya, yang beliau beranggapan bahwa pencipta itu pasti sangatlah hebat dan maha berkuasa, maha mencipta hingga ia harus menyembahNya dan mengikuti semua perintah dan laranganNya. Selanjutnya penyembahan, pelaksanaan perintah dan menjauhi larangannya disebut sebagai bagian dari agama.

Pengaruh agama terhadap jiwa manusia kemudian dipelajari dan menjadi disiplin ilmu yang lazimnya disebut psikologi agama. Piere binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan, B. Pratt membahas tentang kesadaran beragama Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy mengkaji perkembangan jiwa beragama anak-anak dan remaja dan banyak yang lainnya.[2]

Berangkat dari latar belakang di atas dapat dipelajari tentang psikologi atau kejiwaan seseorang dalam bentuk perilaku-perilaku hubungan psikologi dan agama, serta psikologi agama dan pendidikan.

2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini dirumuskan pembahasannya sebagai berikut:

A. Pengertian Psikologi

B. Hubungan Psikologi dan Agama

C. Psikologi Agama dan Pendidikan Islam

A. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno “psyche” yang berarti jiwa dan “logos” berarti ilmu, dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi tidak mempelajari jiwa secara langsung karena sifatnya yang abstrak (tak berujud), tetapi pembahasan psikologi terbatas pada tingkah laku atau kegiatan.[3] Jadi psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku atau gejala jiwa manusia normal.

Gejala kejiwaan manusia menyangkut pikiran (kognitif), perasaan (emosion), kehendak (konasi).[4] Orang yang berfikir bahwa ia harus melakukan perbuatan baik itu adalah bentuk gejala kejiwaan secara kognitif, atau orang menangis menunjukkan gejala kejiwaan secara emosion dan banyak contoh yang lain.

B. Hubungan Psikologi dan Agama

Psikologi dan agama adalah dua kata yang memiliki makna berbeda, psikologi sebagaimana pengertian di atas ialah ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal. Psikologi bersifat teoritik, empirik, dan sistematik serta hasil pemikiran manusia. Sedang agama, Harun Nasution[5] mengatakan bahwa agama berasal dari kata al-din yang berarti undang-undang atau hukum atau merupakan suatu aturan yang menyangkut tata cara bertingkah laku berperasaan berkeyakinan dan beribadah secara khusus, dan sifat dari agama ialah mempengaruhi sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang.

Hubungan psikologi dengan agama ialah psikologi sebagai ilmu pengetahuan meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu pada sikap dan tingkah laku, serta keadaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang.

Ada lagi tiga bentuk hubungan psikologi dengan agama. Jones menyebut 3 model hubungan psikologi dan agama yaitu[6]:

1). Kritis-evaluatis.

Teori-teori psikologi dikaji secara kritis apakah tidak bertentangan dengan keyakinan agamanya. Jadi, psikologi diletakkan di bawah mikroskop agama;

2). Konstruktif.

Agama membantu psikolog untuk melihat dunia dengan cara yang baru, membentuk persepsi (pengamatan) baru tentang data dan teori. Ajaran agama tidak menjadi sumber data untuk mengevaluasi teori, tetapi menjadi “kacamata” yang mempengaruhi apa yang kita lihat sebagai data atau yang kita rumuskan sebagai teori;

3). Dialogis (terbuka) dan dialektis.

Di sini, psikologi tidak memaksa agama mengikuti jalan yang dikehendakinya, sebaliknya agama tidak memaksa sains untuk tunduk pada kehendaknya. Agama harus membantu psikologi memberi perspektif yang berbeda. Psikologi harus membantu agama melihat kehidupan yang berbasiskan pengalaman empiris.

Jones menyatakan: “Kesediaan dialogis dengan agama menyiratkan kesediaan ilmuwan dan professional untuk mendalami teologi dan filsafat. Serta kesediaan teolog dan filosof untuk mendalami sains dan memahami profesi”.

C. Psikologi Agama dan Pendidikan Islam

Psikologi agama menurut Prof Dr. H. Ramayulis bagian psikologi yang mempelajari masalah masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan dengan keyakinan beragama Prof. Dr. Zakiyah Darajat mendefinisikan psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku idak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan masuk dalam konstruksi pribadi.[7] Psikologi agama sebagaimana dikutip dari jalaluddin[8], ruang lingkupnya mencakup kesadaran agama yang berarti bagian / segi agama yang hadir dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktifitas beragama, dan pengalaman agama yang berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa pada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).

Dengan demikian psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan.

Psikologi agama arahnya bukan untuk membuktikan agama ini benar dan gama itu salah, psikologi agama sebagai pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tetapi dalam psikologi agama diuraikan tentang pengaruh iman terhadap manusia.

Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan sampai mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Pengaruh pendidikan secara jasmaniyah menguasai hal yang berbentuk fisik seperti menguasai sholat, cara berperang, dan bentuk ketrampilan lain-lain. Pendidikan Islam mencakup keimanan, ubudiyah, dan akhlak. Misalnya dalam pembentukan akhlak (moral), agama memiliki peranan sangat penting karena nilai moral bersumber dari agama yang bersifat tetap dalam setiap waktu dan tempat. Berbeda nilai sosial kemasyarakatan yang bersifat relatif yaitu tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan disuatu daerah tetapi ditempat lain berubah menjadi tidak sopan atau baik.

Sedang menurut Aristoteles (dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa: Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.[9]

Al Attas berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang baik sebagai manusia atau individu. Dengan demikian yang perlu ditekankan dalam pendidikan adalah nilai manusia sejati, sebagai warga Negara, sebagai sesuatu yang bersifat spiritual. Dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan khususnya nilai agama, seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Dalam hal yang berkaitan dengan ketaatan dan kepatuhan, dalam hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seseorang terhadap suatu system nilai termasuk nilai keagamaan, L Kohlberg, secara teoristis mengemukakan bahwa seseorang dalam mengikuti tata nilai agar menjadi insan kamil itu melalui tingkatan atau stadium, diantaranya adalah:

Stadium 1 : Menurut aturan untuk menghindari hukum.

Stadium 2 : Bersikap konformis (mengikuti nilai yang berlaku) untuk memperoleh hadiah agar dipandang sebagai orang baik.

Stadium 3 : Bersikap konformis untuk menhindari celaan orang lain.

Stadium 4 : Bersikap konformis untuk menghindari hukum yang diberikan agar beberapa tingkah laku tertentu dalam kehidupan bersama.

Stadium 5 : Konformitas dilakukan karena membutuhkan kehidupan bersama yang diatur.

Stadium 6 : Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan karena keyakinan sendiri untuk melakukannya.

Hubungan psikologi agama dan pendidikan Islam sangat terkait dengan tujuan pendidikan yakni menanamkan nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang. Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Pendidikan tanpa agama akan pincang, yaitu terjadi ketidak seimbangan antara moralitas dengan pengetahuan yang dimilikinya[10]. Seperti dicontohkan ada anak yang menguasai teknologi computer karena tidak dibarengi oleh jiwa keagamaan maka pengetahuannya dipakai mencuri uang di bank. Sebaliknya pengetahuan keagamaan tanpa dibarengi manajemen pendidikan yang baik maka akan percuma. Pendidikan dinilai punya peran penting dalam menanamkan rasa keagamaan pada seseorang. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang.

3. Kesimpulan

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku atau gejala jiwa manusia normal.

Hubungan psikologi dengan agama ialah psikologi sebagai ilmu pengetahuan meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu pada sikap dan tingkah laku, serta keadaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang.

Bentuk hubungan psikologi dan agama mencakup pada tiga hal yaitu kritis-evaluatis, konstruktif, dialogis dan dialektis

Ruang lingkup psikologi agama mencakup kesadaran beragama yang hadir dalam pikiran dan pengalaman beragama sebagai unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa pada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).

Ruang lingkup pendidikan Islam adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan sampai mati.

Hubungan psikologi agama dan pendidikan agama Islam sangat terkait dengan tujuan pendidikan yakni menanamkan nilai kebaikan dan keadilan dalam diri seseorang. Untuk mencapai keberhasilan itu seorang pendidik perlu memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.contohskripsitesis.com/backup/tugas%20kuliah/Psikologi%20agama%20sebagai%20disiplin%20ilmu.doc

http://peziarah.wordpress.com/2007/01/12/relasi-psikologi-dan-agama/

www.one.indoskripsi.com/node/8132

http://doctorliza.blogspot.com/2007/11/psikologi-agama.html




[1]http://www.contohskripsitesis.com/backup/tugas%20kuliah/Psikologi%20agama%20sebagai%20disiplin%20ilmu.doc

[2]http://www.contohskripsitesis.com/backup/tugas%20kuliah/Psikologi%20agama%20sebagai%20disiplin%20ilmu.doc

[3] http://id.yahoo.com/question/index?qid=20080225180107AA0pwIW

[4] www.one.indoskripsi.com/node/8132

[5] www.one.indoskripsi.com/node/8132

[6] http://peziarah.wordpress.com/2007/01/12/relasi-psikologi-dan-agama/

[8]www.one.indoskripsi.com/node/8132

[9] http://one.indoskripsi.com/node/8132

[10]www.one.indoskripsi.com/node/8132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar